Alkisah, Firaun
pun segera menunjuk mantan narapidana dan memberi wewenang luas agar
ketersediaan pangan terjamin di Mesir, sebelum masa paceklik tiba. Yusuf pun
segera bekerja!
Running text di layar kaca swasta, Metro TV, hari Rabu, 16 September 2014 lalu,
bergerak dengan kecepatan konstan tanpa jeda, mata ini pun membaca sebuah
kalimat, begini tertulis: PBB: 800
juta jiwa kelaparan di dunia.
Sehari sebelumnya, 15
September 2014, Joko Widodo, Presiden terpilih Indonesia bersama wakilnya, Jusuf Kalla dan tim
transisi mereka, mengumumkan di layar kaca, 34 kursi kabinetnya, diantaranya, beliau
juga bicara soal prioritas pencapaian kedaulatan pangan.
Sementara itu, sekarang
sudah 28 Oktober, kita memperingati Hari Sumpah Pemuda. Saya pun masih kegerahan
terus belakangan ini, mulai dari September tengah lalu sampai sekarang masih
musim kemarau. BMKG Indonesia memang sudah mengeluarkan ramalan bahwa puncak
kemarau itu bulan Oktober tahun ini. Tak heran, saya kepanasan, bayangkan
pernah mencapai 42 derajat celcius! Tanah pun pada kering, petani tentu bersusah
hati…
Siang nan terik itu, buku
Mustika Rasa terbitan Djakarta 1967, jadi santapan kedua sesudah makan siang. Menarik!
Pada halaman romawi IV, tertulis Sambutan
Mentri Koordinator Pertanian dan Agraria, diantaranya dapat dibaca, … Seminar
Gizi jang diadakan pada bulan Mei 1964, telah menentukan menu pedoman untuk
karbohidrat seorang setahun sebagai berikut:
Beras 82.1 kg
Djagung 45,6 kg (equivalent beras)
Umbi-umbian 18.3 kg
(equivalent beras)
-----------------------------+
146,0 kg
produksi bahan makanan
harus disesuaikan dengan pedoman menu rakjat diatas.
Alinea
berikutnya, dapat dibaca:
Untuk
tahun 1965 direntjanakan produksi sebagai berikut:
Padi: 20,50 djuta ton
Djagung:
6,40 djuta ton (pipilan)
Umbi2an: 15,00 djuta ton
(umbi basah)
Sekarang? Adakah yang tahu
berapa kebutuhan karbohidrat seorang setahun di negeri tanpa telinga –-
meminjam judul film sutradara, Lola Amaria -- ini? Dan, berapakah ton padi,
jagung pipilan, dan umbi-umbian basah yang perlu dicapai untuk memenuhi
mulut-mulut anak negeri yang masih banyak makan nasi aking ini?
Alkisah, Firaun
pun bermimpi. Dalam mimpi itu, ia sedang berdiri di tepi Sungai Nil. Tiba-tiba
muncullah tujuh sapi gemuk dari dalam sungai dan memakan rumput yang ada di
tepi sungai Nil. Lalu, muncul tujuh sapi kurus dan memakan sapi-sapi gemuk itu.
Firaun kembali bermimpi. Kali ini, Raja Mesir itu dalam mimpinya melihat tujuh
bulir gandum yang kering menelan tujuh bulir gandum yang berisi.
Orang pintar
istana pun dikerahkan, untuk menafsirkan mimpi Raja. Namun, tak satu orang pintar istana mampu menafsirkannya.
Firaun pun galau. Tak kebetulan, seorang pegawai istana
teringat akan Yusuf, seorang tahanan yang piawi menafsirkan mimpi. Atas
perintah Raja, Yusuf pun dikeluarkan dari jeruji besi.
Di hadapan
Firaun, Yusuf mengatakan bahwa Allah sedang memberi tanda, apa yang akan
terjadi di tanah Mesir dalam waktu dekat ini. Ungkap Yusuf, “ tujuh sapi
gemuk dan tujuh bulir gandum yang berisi melambangkan tujuh tahun masa
kemakmuran di Mesir. Tujuh sapi kurus dan tujuh bulir gandum kurus melambangkan
tujuh tahun masa paceklik, setelah masa kemakmuran.” Yusuf pun menawarkan jalan keluar kepada Raja untuk
memilih seorang yang cerdas dan bijaksana untuk mengatasi masa itu. Selanjutnya, Firaun menunjuk Yusuf dan memberi
wewenang luas atas Mesir agar ketersediaan pangan tetap terjamin di Mesir.
Mendesak dibutuhkan
seorang mentri pangan yang bijak dan cerdas di Indonesia! Berita koran terakhir, setelah terbentuknya Kabinet
Kerja, diputuskan Indonesia di masa pemerintahan Jokowi-JK ini adalah Mentri
Pertanian. Pak Mentri ini menurut info di koran, akan fokus pada padi, jagung,
dan kedelai.
Adalah artikel
karya Yonki Karman yang berjudul: Politik Pangan Yusuf, yang sudah menjejak beberapa tahun lalu, sebab
cerita Firaun saya kutipkan kembali, di sini. Bukankah hari pangan juga baru saja berlalu
(16 Oktober)?
Menengok ke belakang sebentar, di Rumah Transisi yang dibentuk
Jokowi-JK pun banyak sudah lamaran menjadi mentri mendarat. Padahal tidak ada
iklan lowongan kerja untuk itu di koran-koran. Koran Tempo, salah satu koran di
tanah air, misalnya, tanggal 4 September
lalu hanya mewartakan artikel berjudul: Alternatif 34 Kursi! Salah satu
kursi yang tertera di situ, kursi Kementrian Kedaulatan Pangan.
Tentu,
sebuah keniscayaan, Jokowi memilih orang seperti Yusuf di bumi Pertiwi ini. Yusuf, seorang pemuda biasa bukan dari
kalangan istana. Ia bahkan pernah menjadi seorang narapidana yang dipenjara
karena kekuatan penguasa (Potifar), padahali tak didapati kesalahan apapun pada
Yusuf kala itu. Ia juga tak punya relasi dengan penguasa di Mesir. Bukankah
Yusuf itu seorang budak, ketika tiba di Mesir? Namun, dipastikan orang yang
mengenal Yusuf akan menyukainya karena karakternya yang elok. Pemuda usia 30
tahunan itu intregritasnya solid, tak
bermental pedagang pula. Seorang yang taat dan takut kepada perintah Allahnya.
Pada
akhirnya, Firaun memberi wewenang seluasnya atas tanah Mesir kepada Yusuf.
Segera, Yusuf pun kerja, kerja, kerja. Yusuf pun membuat kebijakan untuk 7 tahun
sebelum masa kelaparan datang. Ia memerintahkan pegawai-pegawai istana mengumpulkan
seperlima dari kelebihan panen gandum rakyat untuk memperkuat stok pangan
nasional. Sejarah pun mencatat, Mesir terbebas dari bencana kelaparan.
Empat
hari sesudah hari pangan sedunia itu, Bapak Jokowi dan Bapak Jusuf Kalla
dilantik secara resmi menjadi orang nomor satu dan orang nomor dua di
Indonesia. Selamat berkarya Bapak-Bapak. Semoga karya untuk kedaulatan pangan Indonesia apa
pun bentuknya tidak diselenggarakan dengan mental pedagang ya Pak dan Bu Mentri
terpilih!
Sitta Manurung (Penulis)
Editing ulang 28102014
Pertama publish 16102014: www.rasamasa.com